Sungguh
saya bersyukur karena Tuhan telah dengan aktif membentuk dan mengubah cara
pandang saya, sepanjang saya hidup, khususnya setelah menerima Kristus sebagai
satu-satunya juruselamat yang hidup. Dari berkat, anugerah, dan hukuman yang
Tuhan berikan kepada hambaNya sampai sekarang, saya dipacu untuk maju semakin
mencintai Tuhan dan FirmanNya.
Pada momen Natal, saya meresponi beberapa hal mengenai hidup saya yang sedang saya gumulkan di dalam kehidupan saya ini, meresponi berkat yang selama ini saya dapatkan dari Tuhan yang lahir, hidup, dan memimpin hidup saya sampai sekarang ini.
Pertama,
banyak hal yang menjadikan diriku, sepenuhnya diriku. Merespon kepada hidup di
hadapan Allah, merupakan sebuah keindahan tersendiri bagi diriku. Keindahan
yang saya dapat bukan hanya karena cara pandang saya yang positif, melainkan pembentukan
Tuhan melalui hal-hal yang negative. Saya dibentuk dengan latar belakang yang cenderung
netral, jadi positif ada, negative juga ada. Tidak sedikitpandangan-pandangan
negative yang membentuk saya, baik dari keluarga, gereja, maupun diri saya
sendiri. Namun saya sama sekali tidak keberatan dengan hal itu, bahkan saya
sangat bersyukur bahwa Tuhan memberikan rasa “khawatir”, justru untuk membuat
saya senantiasa berjaga-jaga. Saya tidak percaya “negative” itu berasal pasti
dari Setan. Setan justru seringkali dengan kedok “kesembuhan”, “kekayaan”,
“kesehatan”, dan berbagai hal yang terkesan “positif” membuat kita justru
menjauh dari Tuhan. Namun Tuhan juga memberikan banyak penghiburan kepada saya
melalui hal-hal positif. Bagi saya kedua hal ini Tuhan bisa pakai.
Hal-hal
negative diberikan kepada kita, agar kita senantiasa tidak mencoba untuk
mencari jalan keluar di luar Tuhan, karena seluruhnya yang ada di luar Tuhan
bersifat kekal. Saya tidak akan pernah melihat gaya hidup “positif” menjadi
satu-satunya cara hidup yang terbaik. Toh
Kristus-pun juga pernah kecewa dan kehilangan harapanNya di atas kayu salib,
karena hal-hal negative yang dipikulNya begitu berat. Sampai-sampai Ia
berteriak “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”. Justru
disinilah yang menjadi penghiburan orang Kristen. Bahkan di dalam
pernikahanpun, jika tujuan pernikahan adalah menikah itu sendiri, kita akan
jatuh ke dalam kekecewaan. Di tengah-tengah pandangan negative ini, muncul satu
pengharapan, yaitu sebuah pengertian bahwa pernikahan Kristen adalah sebuah
“organisasi” terkecil yang dipimpin langsung oleh Tuhan. Saya tidak bermaksud
untuk mengatakan “jika saya tempelkan label Kristen, maka semuanya akan
baik-baik saja.”
Namun saya memiliki iman demikian: “Kristus adalah Tuhan yang
menjadi teladan bagi kita, di dalam seluruh kehidupannya, baik pelayanan maupun
penderitaan yang Ia alami. Baik secara positif maupun negative.”
Kedua,
Amanat agung (Mat 28:19-20) bisa dilihat di dalam cara pandang yang
berbeda-beda. Alkitab diturunkan untuk menjadi pedoman hidup. Namun sebelum
menjadi pedoman hidup, pasti ada “langkah-langkah interpretasi” dan
pengejawantahan prinsip kebenaran. Teologi menjadi sarana bagi kita untuk
menafsir Alkitab. Seluruh kewajiban/ perintah yang Tuhan berikan kepada manusia
mutlak harus dikerjakan.
Pertanyaannya:
Dikerjakan bagaimana? Seperti apa bentuknya?
Apa yang menjadi tanggung jawab?
Jawaban
dari ketiga pertanyaan tersebut pasti akan bervariasi di antara setiap orang,
bahkan setiap orang yang di dalam satu gerejapun. Maka hal-hal yang bersifat
prinsip (Amanat Agung) harus dilihat secara prinsip (dikerjakan sedetail
mungkin di dalam konteks masing-masing), dan hal-hal yang bersifat detail,
tidak boleh dijadikan prinsip. Prinsip kebenaran dinyatakan di dalam konteks
yang berbeda-beda bagi setiap orang. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda.
Tuhan mempercayakan setiap orang talenta yang berbeda-beda baik secara jumlah maupun
kemampuan (Mat 25:14-30). Saya yakin jika kita bisa membedakan apa itu
“prinsip” dan “detail”, hidup kita akan terlepas dari sifat “hakim-menghakimi”.
Jack
Handey mengatakan :
"Before you criticize someone, you should walk a mile in their shoes.
That way when you criticize them, you are a mile away from them and you have
their shoes.”
Disini
saya melihat bagaimana orang Kristen harus menjalankan prinsip “mengasihi
sesama seperti mengasihi diri sendiri” di dalam berempati kepada orang lain,
seperti Kristus mengasihi manusia, Ia harus mengorbankan diriNya di atas kayu
salib. Ini adalah empati terbesar dan teragung sepanjang sejarah. Kedatangan
pertama Kristus pada mulanya bukan untuk menghakimi, namun Ia mencari domba
yang hilang, dan mengembalikan domba tersebut kepada Bapa di sorga. Baru
setelah itu, Kristus datang kedua kali untuk menghakimi seluruh dunia. Apakah
kita boleh menghakimi orang/ gereja/ institusi? Boleh, dengan sebuah kerendahan
hati dan memiliki motivasi yang murni di hadapan Tuhan.
Ketiga,
pelayanan dan job, saya tidak bisa
memungkiri bahwa definisi pelayanan dan pekerjaan Alkitabiah dan duniawi berbeda.
Buat saya “segala sesuatu yang dikerjakan seperti untuk Tuhan” adalah
pelayanan. Pekerjaan adalah bagian dari pelayanan. Paulus membuat tenda, itu
merupakan pekerjaan yang dia lakukan untuk mencari nafkah, mencari nafkah juga
untuk dipakai di dalam pekerjaan Tuhan (pelayanan). Saya tidak menemukan
prinsip Alkitabiah mengenai pelayanan dan job
seperti yang dikatakan oleh dunia. Bagi saya, seluruhnya adalah pelayanan.
Mungkin tabel di bawah akan memperjelas definisi pelayanan dan pekerjaan yang
saya miliki.
Pada
akhirnya, tidak ada maksud saya untuk “mengajari”, disini saya memaparkan
kebenaran-kebenaran yang membentuk saya dari saya muda sampai sekarang, dan
yang akan menjadi pedoman yang akan kukembangkan dan lanjutkan di dalam hidupku
ke depan bersama Tuhan. Besar harapanku, agar Saudara/i dapat menerima
“perbedaan pendapat” ini, dan menganggap perbedaan ini sebagai enrichment bagi kita bersama, untuk
kebaikan kita bersama, dan paling utama kita bersama-sama dimampukan oleh Tuhan
untuk meninggikan Tuhan dan memusatkan Kristus di atas seluruh hidup kita,
ketimbang menganggap diri kita ini sebagai “pusat”.
Semoga
Tuhan yang sama yang menciptakan, menebus, dan memelihara kita, memberikan kita
damai sejahtera di dalam menjalankan sisa hidup di depan. Tuhan memberkati.