Monday, December 8, 2014

Preparing Marriage

Berbicara mengenai pernikahan, kebanyakan orang akan mengatakan:

"Tujuan dari pernikahan adalah saling bertemunya keinginan. Aku dapat memenuhi keinginannya, dan ia dapat memenuhi keinginanku." 
Memang hal ini betul, namun sejujurnya, ini bukan fondasi dasar, bahkan bukan prinsip yang harus dipenuhi di dalam pernikahan.
Beberapa orang Kristen juga akan mengatakan:
"Tujuan dari pernikahan adalah dapat memancarkan keindahan relasi antara Kristus dengan Gereja-Nya"
Betul... saya setuju, tapi saya percaya bahwa setiap orang akan gagal untuk menyatakan hal ini.

Jadi apa yang sejatinya menjadi tujuan dari pernikahan? Hal yang sejatinya menjadi tujuan pernikahan adalah tidak lain daripada saling menyatakan konfirmasi akan meneladani Kristus.

Tentunya kita sangat menginginkan pernikahan yang sempurna, bukan? Kalau kita menginginkan hal tersebut, sebenarnya kita menginginkan apa yang tidak diinginkan Tuhan! 

Tuhan akan senantiasa menguji kita sehingga kita senantiasa menyatakan akan proses meneladani Kristus.

3 hal yang senantiasa dinyatakan di dalam Alkitab mengenai Kristus: 
          • Mercy / pengampunan, 
          • Grace / anugerah, 
          • Unconditional Love / kasih yang tidak bersyarat. 

Ketiga hal ini seringkali didengungkan oleh orang Kristen. Namun ketiga hal ini sangat jarang, bahkan hampir tidak pernah kita nyatakan di dalam kehidupan keseharian kita.

Kita harus sadar bahwa meskipun kasih Allah tidak bersyarat, kita manusia berdosa memiliki keterbatasan.

He is unconditional. But we are conditional!


Hal yang sangat indah akan terjadi apabila di dalam kehidupan pernikahan, Tuhan menghancurkan setiap kondisi kita... Betul-betul setiap kondisi kita dihancurkan, sehingga kita bisa hanya melihat kepada satu tujuan, yaitu menjadi semakin serupa dengan Kristus. Hal ini seperti koin dua sisi yang menyatakan keindahan Tuhan juga menyatakan pergumulan tanpa henti manusia. Namun apa gunanya kita tidak bergumul, jika kita tidak semakin dekan dengan Tuhan?

Di dalam kedaulatanNya, Tuhan sangat mungkin memberikan pasangan yang berlawanan dengan keinginan kita (seperti yang sudah dituliskan di awal).

Di dalam kedaulatanNya Tuhan pun bisa memberikan pasangan yang kita dambakan.
Di dalam kedaulatanNya pula Tuhan sangat mungkin memberikan istri yang lemah dan senantiasa menunjukkan kelemahannya kepada suami.
Di dalam kedaulatanNya yang misterius, Ia juga sangat mungkin memberikan suami yang tidak memiliki kekuatan apapun, dan, hai calon isteri... Mungkin di dalam kehidupanmu, engkau akan menuntut calon suamimu untuk menjadi kuat.

Sederhananya begini:

Di dalam kedaulatanNya, Tuhan mungkin memberikan kita pasangan yang sulit, bukan untuk menyatakan keindahan pernikahan itu sendiri, namun menyatakan keindahan pernikahan yang sejati, yaitu saling menjadi serupa dengan Kristus di dalam kasihNya yang tidak bersyarat.

Semua sangat bergantung kepada kedaulatan Tuhan. Jadi bagaimana kita harus memilih pasangan kita? Ingatlah satu hal yang utama, kita senantiasa memandang kepada kepada Kristus, sang Kepala Gereja yang sejati, yang mampu untuk mentransformasi kehidupan kita bahkan di dalam menentukan pasangan, berpacaran, mempersiapkan pernikahan dan pada akhirnya menjalankan kehidupan pernikahan.

Saya bukan orang yang sudah menikah, jadi sangat mungkin tulisan saya dianggap tidak bertanggung jawab karena tidak didasarkan oleh pengalaman-pengalaman. Saya cukup terberkati ketika saya yang akan mempersiapkan diri untuk menikah beberapa tahun lagi, mendengar sebuah khotbah kira-kira berdurasi 40 menit dari pengkhotbah bernama Paul Washer mengenai pernikahan, dan beginilah kira-kira refleksi saya mengenai apa yang saya dengar.

Kiranya teman-teman pembaca mendoakan saya di dalam mempersiapkan kehidupan melepas masa lajang. Saya gentar dan cukup khawatir apakah saya siap menghadapinya. Namun saya diingatkan oleh Tuhan sekali lagi bahwa apa yang menjadi ekspektasi pribadi saya sangat mungkin dengan sengaja, Tuhan gugurkan. Hanya untuk mencapai satu tujuan ultimat, yaitu aku dan pasanganku bersama-sama menjadi semakin serupa dengan Kristus dan saling mencintai di dalam kasih yang semakin tidak bersyarat satu sama lain.

Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Wednesday, September 3, 2014

Perspective of Love

Lately I haven't been in a good health. I taught uncompassionately, walk as few as I can, refuse to had a call with others, off my mobile data traffic, go home earlier, and living my life palely. Suddenly a huge question was on top of my question list... "Why I do all these things until today?"..
I took my bible and was trying to find the answer. I open 1 Corinthians 13 (I am not randomly search for the answer, I knew that verse talk about love). Surprisingly, I felt so blessed. I got another perspective of love, in an old manuscript called "Bible".
I found that The Love is a nuclear of our everything. Love acts as a nucleus in our life.

1Co 13:1  If I speak with the tongues of men and of angels, but have not love, I am become sounding brass, or a clanging cymbal. 

1Co 13:2  And if I have the gift of prophecy, and know all mysteries and all knowledge; and if I have all faith, so as to remove mountains, but have not love, I am nothing. 

1Co 13:3  And if I bestow all my goods to feed the poor, and if I give my body to be burned, but have not love, it profiteth me nothing. 

1Co 13:4  Love suffereth long, and is kind; love envieth not; love vaunteth not itself, is not puffed up, 

1Co 13:5  doth not behave itself unseemly, seeketh not its own, is not provoked, taketh not account of evil; 

1Co 13:6  rejoiceth not in unrighteousness, but rejoiceth with the truth; 

1Co 13:7  beareth all things, believeth all things, hopeth all things, endureth all things. 


"Love is personal. Love is relational.
I get it wrong, blame others, forget to listen and fail to see.
But Christ moves me not to push but to lead; not to force, but to invite; not to tell but to listen.
Bear, believe, hope, endure.
May it be so in us. May it be so in me." - Emily. P. Freeman 

Friday, July 25, 2014

Pemilu 2014 - Terima Kasih Tuhan! Terima Kasih Indonesia! Terima Kasih Pak Jokowi!

Juni 2014...

Saya merasa terbeban untuk membagikan buah pikiran saya kepada khalayak pengguna internet. Internet menjadi sebuah media dimana kita bisa berbagi pikiran, mengajak orang untuk berpikir, bahkan melakukan persuasi pikiran kepada orang lain. Saya hendak menyoroti sebuah permasalahan khususnya di dalam penggunaan internet dalam masa-masa pemilihan presiden 2014 di Tanah Air kita yang kita cintai, Indonesia. Banyak hal-hal yang dikerjakan oleh setiap relawan dunia maya untuk mendukung salah satu calon presiden Indonesia ke tujuh. Tidak jarang kita melihat usaha-usaha negatif untuk menjatuhkan satu pihak. Namun tidak selalu orang itu jahat, banyak juga relawan yang melakukan usaha kampanye damai, khususnya dari kubu capres yang cinta damai.

Indonesia sedang dilanda oleh euphoria nasionalisme. Tentu kita juga menyadari hal ini. Saya pun mengakui bahwa sebelumnya saya tidak memiliki rasa cinta Tanah Air, karena saya tidak merasa perlu membela. Namun sekarang saya merasa perlu membela ini. Saya tidak suka Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang haus kekuasaan, memiliki latar belakang yang kelam, pembunuh, kriminal, dan lain sebagainya.

9 Juli 2014...

Saya ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Pak Jokowi, yang di detik-detik terakhir menyatakan dirinya siap untuk menjadi Presiden Indonesia. Darah nasionalis saya seketika terpompa, dan saya sangat menggebu-gebu untuk menyuarakan suara saya yang hanya 1 orang ini melalui paku yang dicobloskan ke atas kertas pemilihan (baik pemilu legislatif maupun eksekutif).

22 Juli 2014...

Hidup Indonesia! Puji Tuhan, saya mendapatkan kesempatan emas, bersama-sama mayoritas rakyat Indonesia, merayakan kemenangan Jokowi yang berselisih 8 juta dari rivalnya. Persaingan sudah berakhir, sekarang giliran kita membangun Indonesia Baru.

Pengumuman KPU Pusat jatuh pada tanggal 22 Juli, menghantarkan tidur saya dengan tenang dan bahagia, melewati hari terakhir saya pada usia saya yang ke 24.

23 Juli 2014...

Wow! Indonesia menang! Jokowi menang! Terima kasih Tuhan! Terima kasih Indonesia! Terima kasih Jokowi! Terima kasih Tuhan, Indonesia memberikan saya hadiah yang paling besar di ulang tahun saya, Indonesia memberikan saya Pak Jokowi sebagai presiden! Kita tentu tahu bahwa banyak sekali ketidak setujuan dari pihak yang kalah, yah... Saya hanya melihat itu sebagai hal konyol yang tidak perlu terlalu digubris. Ancaman-ancaman muncul, banyak hal yang dikerjakan oleh pihak yang tidak puas akan hasil yang sudah ditetapkan ini. Namun saya percaya, Tuhan tidak tinggal diam! Indonesia tidak tinggal diam!

Kiranya tulisan singkat ini bermanfaat bagi pembaca.
Salam 3 jari! Salam "Persatuan Indonesia"!

Saturday, April 19, 2014

H+2 Kematian Tuhan, H-2 Menuju Kemenangan

Hari ini hari Sabtu, tepat diantara Jumat Agung dan Paskah, dan di dalam momen ini, dan saya cukup yakin Tuhan mau ajarkan kepada saya suatu hal. Bagaimana Tuhan Yesus disalah mengerti oleh orang banyak. Dan merenungkan sedikit akan responNya kepada sekitar.

Bagaimana respon kita ketika kita disalah mengerti oleh orang? Apalagi orang yang kamu sayang.
Apakah kita akan cenderung untuk mempersalahkan orang yang salah mengerti kita?
Ataukah kita mempersalahkan diri kita?

Buat saya dua duanya bukan jawaban.
Ketika kita disalah mengerti, kita seharusnya minta jawaban kepada Tuhan, dan minta bijaksana Tuhan dalam bagaimana menghadapi hal ini. Cara terbaik buat saya adalah diam sejenak, berdoa, menenangkan pikiran, jangan terlalu terburu-buru untuk menyelesaikan dan mengklarifikasi masalah.
Ini kunci hikmat yang cukup sulit bagi saya untuk saya lakukan (dan saya percaya bagi kebanyakan orang!)

Berdiam diri, tidak membalas, tidak mengklarifikasi apa apa, berdoa, serahkan diri kepada Tuhan, itulah yang diajarkan Tuhan Yesus ketika Dia mau ditangkap dan bahkan ketika Ia meregang nyawaNya di atas kayu salib.

Hidup ini memang tidaklah adil bagi orang Kristen, karena mereka selalu disalah artikan, bahkan oleh sesama orang Kristen. Namun tidak ada batasan bagi Tuhan untuk menggunakan apapun untuk mengajarkan kita.
Kembalilah kepada Tuhan, maka Ia akan memberikan kelegaan sekalipun kita ada di tanah yang tandus.

Friday, April 4, 2014

Painful Life

Don't allow your wounds to transform you into someone you are not.
When you allow your wounds transform you into someone you are not should be, then you are fragile.
Gentlemen are they who are able to use their wounds as their stepping-stone being more mature.
We'd rather chose passive to proactive mind when we face our problem.

The main problem in our life is we aren't dare to duel with our own feeling.
God never taught us to be another person.
We are what we are. We are how we react before God.

To be an another person because of our wounds is the worst option in our life.
Don't let them undermining your personality.
God with us!

Sunday, March 23, 2014

Self-Control

Let us consider about "Self-Control". What is self-control? What is important in self-control? Why we must control ourselves? What would happen if we can't control ourselves?

Here's my explanation.

Nowadays, people getting easier to get their temper high. It's because of the growth of technology, development of information system, and such developments somehow make our behavior correspond directly proportional to it. We do rest more seldom than before, and in some point, we don't know what is "rest" anymore. When this lifestyle continues, I'm scared that we are not doing something as human, but as robot.

Sukacita = Joy



Sukacita.
Siapakah manusia sehingga mereka diberikan kemampuan untuk tertawa?
Siapakah manusia sehingga mereka diberikan rasa gembira?
Siapakah manusia sehingga mereka memiliki selera humor?

Mari kita memikirkan esensi dari sukacita. Apa itu sukacita?
Saya rasa, sukacita merupakan keadaan dimana segala kebutuhan yang ada di dalam diri ini seperti dipenuhi, meskipun secara realita, masih banyak kekurangan. Mensyukuri kekurangan -- mungkin itu definisi saya mengenai sukacita.

Sukacita tentu berbeda dengan senang.
Sukacita mengandung unsur ketenangan, kesenangan mengandung unsur ketegangan.
Sukacita lebih lama, kesenangan lebih sementara.
Sukacita tidak bisa direbut oleh siapapun kecuali diri kita, kesenangan mudah runtuh.
Sukacita tidak tergantung oleh seberapa sulit kita berada, kesenangan sangat bergantung kepada keadaan.

Joy and happiness are two different things. They both expressed in our face, but only joy can be felt in our heart.

Meskipun demikian, kesenangan bukanlah hal yang salah. Bersenang-senangpun (hal yang sering dianggap tabu oleh orang-orang beragama) bukanlah hal yang salah juga. Terkadang di dalam pemikiran ekstrim kita, kita memisahkan dengan ekstrim juga antara sukacita dan kesenangan.

Berhati-hatilah dengan pemikiran kita. Jangan menjadi orang yang hidup di dalam kesempitan "pengajaran" agama. Jadilah orang yang bijaksana, karena Tuhan menciptakan kita untuk menikmati setiap anugerahNya di dalam sukacita dan kesenangan yang penuh!


Saturday, March 15, 2014

Inception



Mau ceritain mimpi nih, baru kali ini punya mimpi yang kayak gini. Silakan dibaca, mungkin saja baik untuk para laki-laki yang sedang memiliki tingkat keegoisan super tinggi yang mau belajar sedikit merelakan keinginannya:


Aku sedang bermimpi lagi di suatu tempat yang sedang ada peperangan antara 2 ratu, yaitu Ratu Baik dan Ratu Jahat. Ratu Baik ingin tempatnya terus memiliki ketenangan dan kedamaian. Namun Ratu Jahat ingin tempatnya itu dikuasai oleh dia. Kedua Ratu ini saling adu tenaga untuk “menghipnotis” penduduk setempat.

Aku sebagai orang yang cukup penting pada tempat itu juga tidak luput dari mata mereka. Namun karena aku pro kepada Ratu Baik, aku selalu dekat dengan Ratu Baik. Namun aku merasa dihianati oleh Ratu Baik karena dia berusaha menghipnotis aku. Aku dihipnotis untuk menjadi makin benci kepada Ratu Jahat. Sedangkan istri aku (maklum mimpi dalam mimpi, masih belum kesampean huahahaha), mungkin tidak perlu disebutkan yah disini, maka sebut saja Kloguq ditangkap oleh Ratu Jahat dan juga dihipnotis untuk semakin benci dengan aku.

Pada saat itu, aku bisa melihat diri aku yang mau berontak terhadap kuasa dari Ratu Baik, namun aku hanya bisa kesal karena apapun yang aku kerjakan selalu mendukung Ratu Baik, karena aku dihipnotis. Ini sangat sulit, ketika hatimu tidak inginkan itu, tapi tubuh dan pikiranmu selalu menjalankan hal yang sebaliknya. Aku akhirnya berhasil bertemu dengan Ratu Jahat dan kebencian itu semakin meledak-ledak, sehingga apa yang aku kerjakan adalah berusaha untuk membunuh Ratu Jahat itu.

Pisau aku ambil, dan berusaha membabi buta membunuh Ratu Jahat itu. Namun ketika aku mendapatkan spot yang tepat untuk menusuk perutnya, tiba tiba yang nengok adalah muka Kloguq, dan pisau itu berhenti bergerak. Dari kejauhan ada teriakan dari Ratu Baik “bunuh saja dia, apa yang kau tunggu lagi? Itu bukan istrimu! Itu hanyalah hipnotis”. Karena aku masih dibawah pengaruh hipnotis dari Ratu Baik, aku dengan air mata membiarkan tangan aku yang memegang pisau menusuk tubuh yang memiliki wajah sama dengan Kloguq. Ketika aku selesai membunuh orang itu.

Ratu Baik mendatangi aku dan mengatakan “Kau sudah membunuh istrimu, yang bukan istrimu.. Peperangan aku dengan Ratu Jahat bukan urusanmu, kau harus berani membunuh orang yang engkau akung untuk mendapatkan perkenanan dari aku.”. Sambil berlinangan air mata, Ratu Baik mencabut hipnotisnya kepada aku. Lalu aku melihat ternyata yang aku bunuh adalah diri aku sendiri, aku sambil menangis mencabut pisau dari perut aku. Dan perut aku berlinangan darah. Aku menangis sambil menunggu kematian........

Tiba-tiba....

Skema berganti kepada sebuah kamar Nobita. Di situ cukup detail wajah Nobita dan Doraemon yang sudah tua. Mereka sudah 30an tahun. Namun mereka masih bersama. Dan akungnya aku terbangun sebagai Nobita tua yang menunggu perginya Doraemon ke dunia aslinya dan tidak akan kembali lagi. Doraemon membangunkan aku yang sedang meraung-raung dengan mimpi tingkat 2-nya.

Ketika aku terbangun dari mimpi tingkat-2, aku memeluk Doraemon sambil menangis dan menceritakan mimpi aku yang mengerikan itu. Lalu Doraemon mengatakan satu hal: “Dari dulu gw kasih lu semua barang-barang canggih! Lu salah gunakan! Sekarang gw mau pulang bukan karena benci sama lu! Tapi gw pulang supaya lu mandiri! You’re 30 right now! Be mature!”. Tanpa basa basi iapun pergi ke meja, dan menghilang begitu saja. Aku makin tidak bisa mengontrol diriku yang semakin liar, namun tiba-tiba sesosok wanita tua yang memegang tongkat, yang biasa aku panggil “mama” datang dan menanyakan “kenapa nangis dua kali?”. Aku langsung saja menjawab “lu mau tinggalin gw lagi biar gw nangis 3x?”. Mama tersenyum dan mengatakan, “mau hadiah?”. Ternyata ia sedang menggandeng seseorang.

Oh nooo!! Ia membawakanku calon istri yang bisa mendampingiku di dalam aku bertumbuh dewasa! Bukan Sizuka, namun Kloguq. Mukanya tersenyum kecil ketika menatapku, dan pelukan hangat darinya membangunkanku pelan-pelan dari mimpi ini. Akhirnya akupun yang bangun menangis dari mimpi tingkat 2 ke mimpi tingkat 1, dapat bangun sambil tersenyum (meskipun tergeletak di lantai) dari mimpi tingkat 1 ke dunia asli, dimana suatu hari aku akan bisa menjadi dewasa.


Gimana teman-teman mimpiku ini? Gw bener-bener ga kepikir bisa mimpi kayak gini... Mungkin gw pernah nonton Doraemon, Black Swan, yang secara major mengisahkan mimpi gw ini. Silakan direnungkan, boleh dishare kalau menurut kalian bisa mengubah paradigma teman-teman anda mengenai "keinginan diri".


Monday, February 17, 2014

Second Disaster

It’s been a long time for me not to feel a disaster in my life. From these two disasters, I know that the fault is on me. I think the first disaster in my life can make me wiser than before. But in this second disaster happened to proof that: something is unchanged inside me. 

I am not growing! It’s just a matter of what inside me. 

“A man is a man when he is able to grow” and I just realize, something that struck me is not merely an incident, but it is a conscious program made by the “unchanged me”. It’s a bad thing, because I realize my condition for too late. I’m 25 already, God! Please spare me one more time. 

I know that I’m a stone-headed man. But one thing that I won’t change is “believe in true love”.

God, please enable me to close this stupidity, and open the new page of my life, now.